Senin, 04 Agustus 2008

SHALAHUDDIN AL-AYUBI



Nama lengkapnya adalah Yusuf bin Ayub bin Syadzi

Panggilannya adalah Abu Al-Muzhffar, dan julukannnya adalah Malik An-Naser (raja yang selalu menang)

Lahir pada tahun 532 H di Tikrit, salah satu perkampungan suku kurdi yang terletak di Irak bagian utara.

Bersama ayahnya Najmuddin dan pamannya Asaduddin Syirkuh dia pindah ke Ba’labak. Ayahnya kemudian diangkat sebagai gurbernur Ba’labak.

Dia hafal Al-Qur’an , belajar baca tulis, Hadits, fiqih, bahasa Arab, kedokteran dan nasab orang-orang Arab.

Sultan Nuruddin mempercayakan kepadanya untuk mempimpin kepolisian wilayah Damaskus. Shalahuddin Al-Ayubi membersihkan Damaskus dari para pencuri dan orang-orang yang jahat. Di Damaskus dia juga berhasil menstabilkan keadaan di seluruh penjuru Syam.

Dia dikirim oleh Nurrudin bersama pamannya Asaduddin Syirkuh komandan pasukan Syam agar dapat mempertahankan Mesir dan mengusir orang-orang Salib dari sana.

Shalahuddin berhasil mengusir orang-orang Salib dari Mesir, di sana pamannya diangkat sebagai menteri. Sepeninggal pamannya, dia diangkat sebagai penggantinya.

Setelah kematian Khalifah Al-Adhid, salah seorang khalifah dari Bani Fatimah di Mesir yang beraliran Syi’ah. Sebagai gantinya, dia mengumumkan madzhab Ahli Sunnah Wal Jama’ah sebagai madzhab resmi. Dia juga berhasil mengatasi berbagai kekacauan yang terjadi di dalam negeri.

Setelah kematian Nuruddin Mahmud, pada tahun 581 H Shalahuddin berhasil menyatukan Mesir, Syam dan Irak bagian utara serta Yaman berada di bawah kekuasaannya.

Jihad dan bagaimana cara membebaskan negeri-negeri dari kekuasaaan orang-orang salib selalu menjadi pusat perhatian. Dia memerintahkan para ulama dan khatib untuk selalu mengikuti tema jihad dan berkorban di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Shalahuddin Al-Ayubi melatih sendiri pasukannya dan dia membangun armada dan benteng-benteng bersama pasukannya.

Dia beralasan kenapa jarang sekali terlihat tertawa, “Bagaimana saya bisa tertawa sedangkan Masjid Al-Aqsha ditawan.”

Dengan sengaja dia mengadakan perjanjian damai dengan pasukan Salib untuk tidak saling menyerang. Keadaan seperti ini, ia pergunakan untuk mempersiapkan pasukan yang akan memasuki pertempuran yang sangat menentukan dengan mereka.

Dari Damaskus dia berangkat bersama pasukannya menuju ke suatu tempat yang namanya Ra’s Alma yang terletak di dekat desa Hiththin di wilayah Tobariah. Di tempat itu dia mengumumkan jihad secara umum, para mujahid berbondong-bondong dari seluruh penjuru Islam mendatangi panggilannya. Di tempat yang berbeda orang-orang Salib juga sedang bersiap-siap untuk berperang. Pada hari sabtu pagi tanggal 25 Rabi’ul Akhir 583 H, Shalahuddin berhasil menguasai sumber-sumber mata air yang terdapat pada wilayah tersebut. Cuaca hari itu sangat panas, pasukan Shalahuddin mengepung mereka dan membakar rerumputan yang kering yang ada di sekeliling mereka. Hal ini menyebabkan mereka kehausan. Pasukan Shalahuddin membunuh tiga puluh ribu pasukan Salib dan menawan mereka dalam jumlah yang sama. Shalahuddin memanggil penguasa Kark yang pernah mencela Nabi Muhammad Saw dan menyerang Al-Hijjaj serta rombongan-rombongan yang ingin berdagang. Setelah penguasa itu sampai, Shalahuddin kemudian membunuhnya.

Setelah pertempuran Hiththin, pasukan Shalahuddin pergi menuju ke arah Baitul Maqdis. Dia ingin membebaskan Baitul Maqdis dari cengkraman kaum salib yang telah menduduki 91 tahun. Melalui pertempuran yang sangat sengit, Shalahuddin berhasil membebaskan kota tersebut dari kekuasaan mereka. Pertempuran ini bertepatan dengan peringatan Isra’ dan Mi’raj.

Tidak lama berselang setelah pertempuran tersebut, Shalahuddin berhasil membebaskan Thabariyah, Uka, Shoeda, Ghaza, Nablis, Asqalan dan beberapa kota lain dari kekuasaan orang-orang salib.

Dia terkenal sangat toleransi dalam memperlakukan tawanan dan tahanan. Dia memberikan rasa aman kepada mereka yang mengingginkan. Dia menugaskan beberapa personil dari kepolisian supaya berkeliling di jalan raya untuk mencegah terjadinya kekerasan terhadap orang-orang Nasrani. Shalahuddin menyuruh bawahannya untuk mencari anak lelaki dari seorang perempuan Nasrani. Penyebabnya adalah karena perempuan tersebut menuduh pasukan Islam menculiknya. Setelah anak tersebut ditemukan, pasukannya mengantarkan anak itu kepada ibunya.

Shalahuddin sangat memperhatikan pembaharuan-pembaharuan di Mesir. Di masanya, pergerakan keilmuan itu sangat menonjol. Dia juga mengeluarkan manuskrip-manuskrip dari gudang dan mendirikan pasar di Qasr Al-Aini untuk menjual buku-buku serta mendirikan beberapa rumah sakit. Di atas daratan tinggi Muqatham, dia mendirikan sebuah benteng untuk pertahanan negara Mesir. Dia menetap di Mesir selama 24 tahun.

Walaupun segudang keperkasaan yang ia miliki, hati dan jiwanya tetap lembut. Dia adalah ahli politik dan perang, berwawasan luas lagi rendah hati.

Dia meninggalkan Mesir menuju Suria dan menetap di sana selama 19 tahun. Di Suria juga membangun sekolah dan rumah sakit.

Pada tahun 589 H, Shalahuddin Rahimahullah meninggal dunia di Damaskus dalam usia 58 tahun.

Tidak ada komentar: