Dikutip dari ,
buku Hikayat wanita Muslimah
(Maimunah Hasan)
Suatu ketika, Fatimah, putri Rasulullah saw, mendapati suaminya Ali bin Abi Thalib, tidak mendapatkan rezeki seharian, akan tetapi ia tetap diam tidak marah, malahan menyambut suaminya dengan santun dan senyum yang ramah dan mesra.
Pada hari itu cuaca dikota mekah cerah sekali, namun tidak seperti suasana hati Fatimah binti Rasulullah saw, ia terlihat gelisah menanti sang suami tercinta Ali bin Abi Thalib yang belum juga pulang. padahal hari sudah menjelang Ashar.
Meski demikian , Fatimah tetap senantiasa mengharapkan kehadiran suaminya . Ia duduk dengan tenang di ruang tamu sendirian dengan pikiran penuh tanda tanya , belum lama berselang tiba tiba suaminya sudah berada didepan , tentu saja Fatimah langsung menyambutnya denga suka ria , karena suaminya seharian penuh berusaha mencari rezeki.
Dengan kepulangan sang suami yang terlambat dari biasanya , Fatimah berharap Ali mendapatkan uang yang lebih banyak , mengingat kebutuhan rumah tangga kali ini semakin membesar.
Setelah suasana agak tenang Fatimah berkata kepada suaminya tercinta :
“Kakanda ,mengapa hari ini pulang terlambat” kata Fatimah.
Sambil membenarkan tempat duduknya Ali berkata :
“ Maafkan dinda atas keterlambatan saya, karena banyak urusan yang saya kerjakan “ Jawab Ali.
Mendengar permintaan maaf dari suaminya , Fatimah bertambah senang hati.
“ Bagaimana dengan usaha kakanda ?, apakah berjalan dengan lancar?, Tanya Fatimah.
Denga wajah yang agak sendu, Ali menjawab dengan kata kata yang sopan dan santun :
“ Maafkan aku, kali ini aku tidak membawa uang sepeserpun” ujar Ali
Mendapat jawaban yang menydihkan itu, sang istri, putri Nabi Muhammmad saw., ini tidak marah malah tersenyum terhadap suaminya tercinta,
“ Memang yang mengatur rezeki itu bukan orang orang yang datang kepasar, yang memiliki kuasa atas rezeki itu adalah Alllah Ta’ala “ Jelas
Setelah berdialog bersama istrinya dengan santai, beberapa menit kemudian Ali mendengar suara Azan dari masjid yang berada disebelah rumahnya . Alipun berangkat ke masjid untuk menjalankan shalat jama’ah.
Sepulang dari masjid , di tengah jalan Ali bin abi Thalib, diberhentikan oleh seorang tua yang berjanggut dan bercambang putih sambil berkata : “ Assalamualikum wr.wb “
“Waalaikum salaam wr.wb” balas Ali
“Maaf anak muda betulkah engkau Ali. anak Abu Thalib” kata lelaki tua itu
“ ya memang saya Ali, ada apa bapak” ujar Ali dengan suara yang pelan.
Mendapat jawaban yang benar, nampaknya orang tua itu senang, lantas merogoh kantongnya seraya mengatakan bahwa ia berhutang pada Abu Thalib :
“ Dulu ayahmu pernah kusuruh menyamak kulit . Aku belum sempat membayar ongkosnya , ayahmu sudah meninggal dunia. Jadi terimalah uang ini, sebab engkaulah ahli warisnya” tegas lelaki tua itu dengan tersenyum lebar.
Karena diberi uang Ali sangat gembira sekali, mengingat beberapa jam yang lalu , dirinya bekerja dipasar belum juga mendapat uang. Kini tanpa susah payah , uang malah datang sendiri, Dengan gembira ali menerima haknya dari orang itu sebanyak 30 dinar .
“ Terimakasih pak, mudah mudahan amal bapak diterima oleh Allah” jawab Ali
Setelah menyerahkan uang, orang tua minta pamit. “ Sebelumnya saya minta maaf nak, ketika ayahmu meninggal dunia, saya tidak tahu. Ya sudah Kalau begitu saya mohon pamit , Assalamualikum Wr.Wb” kata orang tua itu.
Dengan hati bersuka ria , Ali menuju kerumahnya. Ia akan menceritakan kepada istrinya tentang kejadian yag baru saja dialami, Setibanya dirumah, tanpa menungggu waktu lama lagi, istrinya yang sedang didalam kamar dipanggilnya, kemudian Ali bercerita panjang lebar tentang uang 30 dinar.
Tentu Fatimah sangat gembira memperoleh rezeki yang tidak disangka sangka, dengan hati riang gembira Ali kemudian bertanya kepada istrinya :
“ Bagaimana jika uang ini kita gunakan untuk membeli kebutuhan rumah tangga kita, ?”
papar Ali.
Fatimah setuju saja , mengingat kebutuhan rumah tangganya kali ini hanya tinggal beberapa hari saja.
“ Ya kakanda, saya setuju sekali, bagaimana kalau kakanda sendiri yang berangkat kepasar untuk membeli keperlua dapur kita,? Sedang saya akan mempersiapkan untuk memasak” kata Fatimah.
Dengan senang hati Ali menerima tawaran istrinya, dan Ali pun bergegas berangkat kepasar. Akan tetapi langkah Ali terhenti , karena sebelum masuk ke dalam pasar, ia melihat seorang pengemis dengan menengadahkan tangan, sambil berkata dengan cukup keras “ Siapakah yang mau menghutangkan hartanya untuk Allah, besedekahlah kepada saya” pinta pengemis tua itu.
Mendengar ucapan itu, hati Ali merasa iba, ia tidak tega, maka tanpa pikir untung ruginya, Ali memberikan seluruh uangnnya kepada pengemis itu.
“ Terimalah pemberian saya “ kata Ali
“ Terimakasih anak muda , mudah mudahan amalmu diterima oleh Allah.” Ucap pengemis
Setelah memberikan semua uangnnya , Ali kemudian tidak meneruskan perjalanannya kepasar. Ia langsung kembali kerumah . Fatimah yang dari tadi menungggu di rumah merasa heran, karena suaminya yang baru saja pulang dari pasar tidak membawa apa apa.
Kemudian Fatimah bertanya :
“ ada apa Kakanda, mengapa datang dari pasar tidak membawa barang barang kebutuhan rumah tangga kita.? Tanya Fatimah.
Mendapat pertanyaan demikian itu Ali sebenarnya agak malu, karena sudah dua kali istrinya dikecewakan, tetapi Ali merasa yakin bahwa tindakannya akan mendapat dukungan istrinya, apalagi Fatimah seorang istri yang sabar.
“ maafkan aku, uang 30 dinar tadi, saya kasihkan kepada pengemis tua yang juga seorang musafir. Ia perlu uang untuk melanjutkan perjalan pulang “. Jelas Ali.
Mendengar keterangan suaminya, Fatimah tidak marah, malah tersenyum lebar dan berkata “ Keputusan Kanda adalah keputusan yang baik. Seandainya saya mengalami demikian, saya akan berbuat seperti kakanda, Lebih baik kita menghutangkan harta kepada Allah daripada bersifat bakhil yang dimurkai-Nya. Jika bersifat bakhil. Maka Alllah akan menutup pintu surga buat kita”. Papar Fatimah dengan gembira.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar